Sunday, June 29, 2008

Bangunkan Lagi Sastra API


aku kembali menggasak jiwa
mahu mengaum laksana belangjingga

mengalir, mengalirlah sungai seniku
menduga dalam samudera rasa dan pesona

kata-kata melakar warna manusia
sukmaku bergelora, hati berombak

menghempas karangderita. pantaiduka
dengan suara-suara kepribadian ghinaya

ayuh, bangunkan lagi rumah-rumah puisi kita
perumahan setinggan harapan anakmuda

biar dongak ke langit terbuka, jangan lupa
tunduk merendah menyembah Esa

kita adalah zaman yang memberi makna
dengan sari citra sendiri

menyalalah dengan nyali muda berbara
menolak keserakahan ke tebing terjal

kerana sastera bukan empunya segelintir nama

aku lewati jalan-jalan sepi jalan-jalan debu
mengajar dengan rotan kehidupan

tentang sahabatmusuh dan musuhsahabat
yang membugar sempadan kemanusiaan

paluan demi paluan menjadi belulang
memperkasa nyali kesenimanan

Thursday, June 26, 2008

Graffiti Kucing Hitam

Kebenaran tak keluar
huruf-huruf kakak tua ngobrol,
dongeng mengisi dada-dada

mengolah fikiran jadi titik berhenti
kurang menyoal, lebih menerima
tanpa tanya -- daya mati

sudah sekian lama bukan berita lagi
aduh dan keluh yang basi
menu nombor satu hingga menjilat jari

daya hidup longlai
langit dalam kembali temaram
ada lagi mimpi menahan perut terburai

novel politik, mikrofon berkuasa
topeng-topeng afrika
ikan-ikan sardin terjepit

lemas nafas mengumpul rimas
di kota murba jadi aspal buat pijakan
kaki-kaki gajah

percikan di dinding-dinding batu
seperti lukisan avant garde
sukar dimengerti tentang marah yang tak terluahkan

hanya bisa halkum menghamili bungkam
tatkala hari-hari berlalu berkisar debu
mereka mengenakan wajah lain yang dungu

sambil duduk di trotoar peradaban melihat
anjing-anjing ngomong kasar di papantanda
menyalak jantung jadi kecut

keberanian pupus ke dalam perut
jantanpuisi dikasi, kesaksian di jeriji besi
berbini beranak sunyi di padang pertiwi

iada lagi suara-suara
perkarangan saling paling-berpaling,
melempar jauh pandang antara mereka

kosong dan hampa
tidak lagi menggugah tindak
berkarat keris tertinggal dilumpur budaya

terus melewati detik-detik
merasmi warna masa depan
dalam kelam kelabu asap

bergerak di bumi lindap
menghempas tulang empat kerat
melolong sukma di pinggang merana

menggelegak kerajaan hati
menekan-mendesak diam yang panjang
ia gunung mengandung dendam

membenih pilu di relung jiwa
nama-nama yang jenuh
makan hati berulam jantung

udara panas, udara selasa
monolog tak keruan akan merusuh
pada hari kebebasan

terbang ke langit tindak dan kata
menjadi nyali yang nyala
pejuang dari ribut dan lahar